Search

Selasa, 01 Januari 2019

Transpersonal Indonesia: Lembaga Pengembangan Diri Berbasis Psikologi Transpersonal


Transpersonal Indonesia merupakan sebuah lembaga pengembangan diri yang mempergunakan pendekatan Psikologi Transpersonal. Sejak tanggal 25 Desember 2018, lembaga tersebut telah hadir di dunia digital, baik dalam bentuk situs maupun akun media sosial.

Selasa, 25 Desember 2018

Sejarah Munculnya Konsep Spiritual Well-Being dan Awal Penyusunan Spiritual Well-Being Scale

Recent attempts to measure the quality of life or subjective well-being show promise for a more helpful and accurate appraisal of the collective and individual state of people than objective, economically-oriented indicators have allowed. Unfortunately, the quality of life movement has virtually ignored the religious dimension of life and the part that such beliefs and practices play in well-being.
Kutipan di atas merupakan ungkapan kegelisahan Craig W. Ellison yang terdapat di dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul "Spiritual Well-Being: Conceptualization and Measurement" (1983). Sejak awal tahun 60-an hingga akhir tahun 80-an, terjadi peningkatan minat penelitian tentang well-being. Keminatan tersebut membuahkan beragam temuan penelitian yang dapat memperkaya khazanah pengetahuan seputar usaha-usaha yang dilakukan manusia guna meningkatkan kualitas hidupnya. Salah satu temuan penting yang ditulis oleh Ellison (1983), yaitu tentang 3 (tiga) aspek kebutuhan dasar manusia—the need for: having, relating, & being.

3 (Tiga) Tema Utama dalam Kajian Psikologi Transpersonal

Pada artikel sebelumnya (Berkenalan Dengan Psikologi Transpersonal) disebutkan bahwa Glenn Hartelius dkk (2007) melakukan retrospective analysis terhadap ratusan penelitian yang berkaitan dengan Psikologi Transpersonal. Hasil analisisnya menemukan ada 3 (tiga) tema utama yang menjadi subjek kajian dalam Psikologi Transpersonal, antara lain: beyond-ego psychologyintegrative/holistic psychology, dan psychology of transformation. Lalu, pada tahun 2013, Glenn Harelius dkk melakukan rebranding terhadap ketiga istilah tersebut. Berturut-turut, ketiganya menjadi psychology of self-expansiveness, whole-person psychology/multidimentional orientation, dan psychology of transformative process. Berikut ini penjelasan dari masing-masing tema utama tersebut.

Minggu, 23 Desember 2018

Berkenalan dengan Psikologi Transpersonal

Dalam tulisan berjudul "Brief History of Transpersonal Psychology" yang diterbitkan pada tahun 2008, secara ringkas, Stanislav Grof menceritakan peristiwa dibalik kemunculan Psikologi Transpersonal. Bermula dari pertemuan kecil pada tahun 1969 di Menlo Park-California yang dihadiri oleh Abraham Maslow, Anthony Sutich, Stanislav Grof, James Fadiman, Miles Vich, dan Sonya Margulies. Para tokoh Psikologi tersebut sedang membicarakan suatu teroboson baru dalam kajian ilmu Psikologi—yang menitikberatkan pada penghargaan terhadap keseluruhan spektrum pengalaman manusia. Alasannya, pada saat itu, ada sejumlah fenomena perilaku manusia yang belum dapat dikaji dengan pendekatan Psikoanalisis, Behavioristik, maupun Humanistik. Tak lama berselang, usai kemunculan Psikologi Transpersonal, dibentuklah The Association for Transpersonal Psychology (ATP) sekaligus diterbitkan Journal of Transpersonal Psychology (JTP) volume pertama. Di dalamnya terdapat judul-judul jurnal ilmiah karya Roberto Assagioli, Thomas Armor, Abraham Maslow, Anthony Sutich, Alexander Maven, dan Michael Murphy yang menjelaskan pentingnya eksistensi Psikologi Transpersonal sebagai arus besar keempat (the forth force) dalam disiplin ilmu Psikologi.