Pada artikel sebelumnya (Berkenalan Dengan Psikologi Transpersonal) disebutkan bahwa Glenn Hartelius dkk (2007) melakukan retrospective analysis terhadap ratusan penelitian yang berkaitan dengan Psikologi Transpersonal. Hasil analisisnya menemukan ada 3 (tiga) tema utama yang menjadi subjek kajian dalam Psikologi Transpersonal, antara lain: beyond-ego psychology, integrative/holistic psychology, dan psychology of transformation. Lalu, pada tahun 2013, Glenn Harelius dkk melakukan rebranding terhadap ketiga istilah tersebut. Berturut-turut, ketiganya menjadi psychology of self-expansiveness, whole-person psychology/multidimentional orientation, dan psychology of transformative process. Berikut ini penjelasan dari masing-masing tema utama tersebut.
1. Beyond-ego Psychology (Psychology of Self-expansiveness)
Coba anda perhatikan kembali gagasan pokok dari tiga arus utama dalam disiplin ilmu Psikologi yang mendahului arus keempat (Transpersonal)—Psikoanalisis, Behavioristik, dan Humanistik. Meskipun ketiganya mempergunakan perspektif yang berbeda (psikoanalisis: pengalaman masa lalu; behavioristik: proses belajar/pengkondisian yang sistematis; humanistik: harapan dan kehendak bebas), namun sama-sama berupaya menerangkan perkembangan ego manusia (psikoanalisis: struktur dan dinamika kepribadian; behavioristik: perilaku nampak; humanistik: motivasi).
Hal tersebut memunculkan kegelisahan dalam diri para tokoh pioner Psikologi Transpersonal, terutama Abraham Maslow (baca: TOWARD A PSYCHOLOGY OF BEING). Di dalam buku tersebut, Maslow (1968) menyampaikan, bahwa ternyata, tidak semua individu (perilakunya) didorong oleh motivasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sebelum akhirnya memikirkan tentang pencapaian aktualisasi dirinya—seperti konsep "Hierarki Kebutuhan" yang ia cetuskan. Ada juga individu-individu yang didorong oleh "Meta-motivation" (lebih populernya, disebut "B-values"); yaitu, mereka yang meyakini, bahwa ada pencapaian yang lebih mulia dalam hidupnya (ultimate purpose in life), yang melampaui pemenuhan kebutuhan pribadinya (beyond-ego).
Oleh karena itu, psychology of self-expansiveness berupaya menerangkan dinamika psikologi pada individu, yang dengan kesadaran penuh, menjalani lelaku "pengorbanan diri" seperti di atas, dan lebih mementingkan "kesejahteraan" individu lain, juga makhluk hidup lain, bahkan alam semesta. Dengan kata lain, tema utama yang pertama ini hendak memahami upaya-upaya manusia untuk memperluas pemaknaan atas eksistensinya, yang tidak terbatas pada dirinya saja (self-expansiveness)—bahwa di dalam dunia ini terdapat keragaman dimensi yang turut mempengaruhi keutuhan eksistensi dirinya.
2. Integrative/Holitic Psychology (Whole-person Psychology/Multidimentional Orientation)
"Eksistensi diri manusia tidak terbatas pada dimensi fisik (tubuh) dan psikis (pikiran/perasaan) semata", itulah yang menjadi landasan dasar dari tema utama kedua ini. Sekaligus, ini menjadi antiseden dari tema utama pertama yang diterangkan sebelumnya. Bahwa, keutuhan eksistensi diri manusia juga dipengaruhi oleh keberadaan hal-hal yang bersifat metafisik.
Istilah "metafisik" di sini memang merujuk pada aktivitas-aktivitas paranormal namun bukan melulu berbicara soal klenik. Ingatlah bahwa dimensi spiritual manusia juga bersifat metafisik (paranormal). Selain dimensi spiritual, eksistensi manusia juga dipengaruhi oleh dimensi sosio-kultural, ekologis, hingga kosmologis. Paul Roy, dalam buku "The Wiley-Blackwell Handbook of Transpersonal Psychology" (2013), halaman 9, menjelaskan tentang kajian-kajian dalam studi Transpersonal.
Transpersonal studies is a whole-person, transformative approach to human existence and human experience that includes the spiritual and transcendent as well as the social and community dimensions of human life, all within the context of the global eco-system in which we live.Kunci dari perkembangan dinamika psikologi manusia yang utuh-menyeluruh (integrative/holistic psychology), yaitu adanya proses transformasi di dalam diri individu. Pendekatan transformatif itulah yang memungkinkan seseorang untuk melakukan pengenalan terhadap hal-hal baru yang ada di dalam/di luar dirinya, mengupayakan lahirnya pemahaman/pemaknaan (kesadaran) baru terhadap dunia yang multidimensional, dan mengadakan penyesuaian/perubahan hidup yang merespon kesadaran baru tersebut.
3. Psychology of Transformation (Psychology of Transformative Process)
Analogi, yang tentunya tidak sepenuhnya tepat, namun setidaknya bisa membantu anda memahami konsep "transformasi" dalam Psikologi Transpersonal, yaitu ibarat seorang petani yang bercocok tanam. Dalam upaya menggarap lahan tanamnya sehingga bisa memanen hasil tanam yang baik, si petani pasti perlu memahami banyak hal, misalnya: unsur organik dan anorganik dalam tanah, perubahan cuaca/iklim di setiap musim, prinsip kerja alat-alat bercocok tanam, pemilihan benih yang berkualitas, dan lain sebagainya. Berikutnya, berangkat dari pemahaman atas aspek-aspek dalam bercocok tanam tersebut (sekaligus bagaimana satu sama lain saling berkaitan dan saling mempengaruhi), si petani melakukan berbagai penyesuaian cara yang ia gunakan untuk bercocok tanam; tentunya, cara menanam benih palawija tidak dengan palapendem maupun jenis-jenis tanaman lain. Penyesuaian tersebut pasti tidak hanya berujung dalam angan-angan si petani melainkan ia kejawantahkan dalam praktik-praktik tertentu ketika bercocok tanam; karena keberlangsungan hidupnya pasti bergantung pada hasil panen, yang senyatanya ia peroleh setiap musim panen. Bahkan, bisa jadi, guna memperoleh hasil panen yang sesuai harapan, si petani mungkin saja akan menemukan metode/teknik bercocok tanam yang lebih efisien; ia mendayagunakan setiap potensi yang ia miliki untuk menggapai titik capaian yang paling maksimal. Temuan tersebut juga berkemungkinan untuk membawa dampak terhadap sistem kemasyarakatan, ekosospolbud (ekonomi, sosial, politik, dan budaya), serta sistem ekologi di lingkungan tinggal/kerja si petani.
Sampai di sini, apakah anda bisa memahami maksud di balik analogi petani yang bercocok tanam di atas? Juga, bagaimana analogi tersebut menjelaskan dinamika transformasi psikologis yang dialami seseorang sepanjang hidupnya? Serta, mengapa proses transformatif tersebut tidak sekedar berdampak terhadap eksistensi diri manusia, namun juga eksistensi dari seluruh kehidupan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar